Halaman

Rabu, 19 September 2012

Kebijakan Khalifah Usman Bin Affan Dan Khalifah Ali bin Abi Thalib


 Kebijakan Khalifah Usman Bin Affan
            Stuasi sangat berbeda pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Pada paruh pertama kepemimpinannya, negara berada dalam keadaan aman, damai tenteram dan sejahtera. Karena situasinya sangat mendukung bagi usaha melanjutkan program pemerintahan yang dibuat pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Tetapi pada paruh terakhir masa pemerintahannya, terjadi krisis kepercayaan yang menimbulkan konflik berkepanjangan. Krisis kepercayaan ini timbul karena ada sekelompok oarng yang terdiri dari keluarga dekatnya yang memamfaatkan posisi Usman bin Affan. Hal ini kurang disadari Khalifah Usman, sehingga banyak kroni dan orang-orang terdekatnya memamfaatkan ketulusan dan kejujuran khalifah.
            Dalam beberapa kasus, khalifah mengambil kebijakan yang kurang populer misalnya, mengangkat para pejabat negara, seperti gubernur dari keluarganya sendiri. Khalifah usman mengangkat Marwan bin al-hakam sebagai sekretaris Negara, al-Walid bin Uqbah sebagai gubernur kufah, menggantikan posisi sa’ad. Al-Walid bin Uqbah adalah saudaranya yang suka mabuk-mabukan. Selain itu, ia juga menempatkan sepupunya, Abdullah bin Sa’ad, sebagai Gubernur Mesir, menggantikan posisi Amr bin al-Ash. Kebijakan ini menuai protes keras dari masyarakat kufah dan Mesir, serta para pendukung Amr bin Ash. Kebijakan lain yang menuai protes masyarakat adalah kebijakan satu mushaf, dan menghafus mushaf-mushaf lain yang beredar dimasyarakat. Kebijakan ini sebenarnya baik, yaitu  menyeragamkan seluruh mushaf dengan mushaf yang ada ditangan Khalifah Usman, yang sudah dibukukan sejak masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
            Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, tanah rampasan perang menjadi milik negara, tetapi pada masa Khalifah Usman bin Affan, tanah tersebut dibagikan. Tujuan sebenarnya baik, agar tanah tersebut menjadi lebih produktif. Bahkan ia mengangkat juru hitung (sawafi) untuk mengusuri semua itu. Tetapi karena situasinya tidak memungkinkan, karena tengah terjadi krisis kepercayaan dan konflik, maka situasinya menjadi berbeda, masyarakat menolak dan memprotes kebijakan tersebut. Penolakan dan demontrasi anti Usman ini berujung pada peristiwa terbunuhnya Khalifah oleh orang tak dikenal.
            Meskipun begitu, banyak jasa dan usaha yang dilakukan Khalifah Usman bernilai positif. Misalnya, ia membangun angkatan laut, sehingga pasukan Islam dapat menyeberangi lautan dan menyebarkan agama Islam ke luar Jazirah Arabia. Selain itu, ia juga membangun jalan, jembatan,  membangun bendungandi kota Madinah agar tidak banjir ketika musim banjir tiba.

Kebijakan Khalifah Ali bin Abi Thalib
            Sebagai Khalifah keempat, tampaknya Ali bin Abi Thalib meneruskan kebijakan yang pernah ditempuh oleh Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Ia menerapkan prinsip-prinsip Baitul-mal dengan tepat, dan memutuskan untuk mengembalikan semua tanah yang di ambil alih oleh Bani Umayah ke dalam perbendaharaan negara. Begitu juga ia menarik semua pemberian atau hibah yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas yang diberikan Khalifah Usman kepada sanak keluarga Bani Umayah.
            Di samping itu, Khalifah Ali menggantikan semua gubernur yang diangkat pada masa Usman dan tidak disukai masyarakat. Karena ia berasumsi, bahwa selain karena para gubernur tersebut tidak disenangi, juga mereka adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi yang menyebabkan terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan pada 12 Dzulhijjah tahun 35 H. Untuk itu, Khalifah Ali meminta agar gubernur Kufah, al-Walid bin Uqbah mengundurkan diri. Begitu juga kepada Muawiyah agar meletakkan jabatan Gubernur Syiria.
            Permintaan tersebut ditolak, sehingga ditimbul kerusuhan dan konflik berkepanjangan antara Khalifah Ali dengan para pejabat Gubenur tersebut. Penolakan ini berjuang pada sebuah pertempuran di shiffin pada 38 H/ 657 M. Pertempuran ini memperlemah kekuatan Khalifah Ali memperkuat posisi Muawiyah. Karena pasukan Ali terpecah menjadi dua kelompok besar, yaitu para pengikut setia Ali dan mereka yang menyatakan desersi atau keluar dari barisan Ali. Mereka yang masih setia kepada khalifah Ali disebut kelompok Syi’ah atau Syiatu Ali. Sedang mereka yang menyebutkan desersi disebut kelompok Khawarij. Kelompok terakhir inilah yang paling kencur melakukan gerakan untuk membunuh Khalifah Ali dan Muawiyah serta mereka yang terlimbat dalam fakta perdamaian (tabrim) di Daumatul Jandal.
            Penolakan juga datang dari kubu sahabat nabi lainnya seperti Thallhah, Zubair dan Aisyah. Keributan antara Khalifah Ali dengan Aisyah berujung pada pertempuran kecil yang dikenal dalam sejarah islam dengan Waq’ah al-jamal atau Perang Unta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar